Mungkin banyak yang belum tahu kalau saya adalah salah satu penggemar berat Pendekar 212 Wiro Sableng. Saya sudah mulai suka sama cerita silat karangan Alm. Bastian Tito, bapak dari aktor kenamaan Indonesia Vino G Bastian ini sejak SD. Tepatnya kelas 4 SD. Sekitar tahun 2001.
Dan setelah bertahun-tahun berlalu, saya masih tetap suka sama serial cerita silat yang satu ini. Bahkan saya telah membaca ebook yang tersimpan rapi dalam HP saya ini ratusan kali. Pokoknya setiap ada waktu sengang, apalagi kalau di temani sama secangkir kopi dan sebungkus kuaci bunga matahari. SEMPURNA!!!
Untuk kronologi singkat dari pertama kali saya mengenal Wiro Sableng sampai tetap menyukainya hingga sekarang akan saya jabarkan dibawah ini.
Waktu kelas 4 SD (sekitar tahun 2001) secara tak sengaja saya menemukan buku Wiro Sableng yang judulnya Telaga Emas Berdarah. Saya penasaran sama gambar yang ada disampulnya. Berawal dari penasaran itulah saya melahap cerita dalam buku ini sampai habis. Setelah selesai membaca, kesan pertama yang saya rasakan adalah cerita ini keren. Tapi waktu itu saya tidak tahu kalau Wiro Sableng ini punya episode-episode yang lain.
Waktu kelas 2 SMP (sekitar tahun 2005) saya kembali menemukan buku Wiro Sableng yang judulnya Azab Sang Murid. Dari sinilah saya mulai tahu kalau Wiro Sableng ini cerita berseri. Tapi karena saya tinggal dikampung, jadi sulit sekali saya menemukan buku-buku yang lain. Apalagi teman-teman saya rata-rata tidak menyukai cerita silat ini.
Waktu kelas 1 SMA (sekitar tahun 2007 awal) saya ketemu lagi dengan buku Wiro Sableng yang judulnya Tiga Makam Setan. Jadi dari SD sampai SMA saya hanya membaca tiga judul buku Wiro Sableng. Bisa disimpulkan saya hanya membaca 1 buku dalam waktu lebih kurang 3 tahun. Itupun tidak berurutan. Hal inilah yang sempat membuat saya bingung sama jalan cerita nya. Waktu SMA saya sudah mulai mengenal internet tapi tidak terfikir untuk mencari buku Wiro Sableng dalam bentuk ebook
Setelah tamat D-III (sekitar tahun 2012) iseng-iseng saya mencari buku Wiro Sableng dalam bentuk ebook di internet. Saya fikir hasilnya bakalan nihil. Tapi ternyata banyak sekali yang menyediakan link download gratisnya. Tapi saya ingat sekali waktu itu saya mendownload ebook lengkapnya (dari mulai episode Empat Berewok dari Goa Sangreng s/d Jabang Bayi dalam Guci) di rajaebookgratis.com dalam format .prc (sekarang web ini sudah tidak bisa di akses lagi). Semua ebook ini tersimpan rapi dalam HP saya dengan folder Wiro Sableng. Jadi kalau ada waktu luang, saya gunakan untuk membaca semua ebook tersebut sedikit demi sedikit. Sekedar info, saya membuka ebook tersebut menggunakan bantuan aplikasi Cool Reader.
Bertahun-tahun bahkan beratus-ratus kali saya mengulang-ulang membaca cerita Wiro Sableng ini sehingga saya bisa hafal siapa-siapa saja tokoh yang terlibat dalam setiap episode nya, pukulan apa saja yang paling sering Wiro gunakan dan siapa saja cewek yang menyukai sang pendekar. Jadi kalau kalian termasuk penyuka Wiro Sableng, saya bisa dijadikan teman sebagai tempat bertukar cerita.
Oh iya, dulu juga sempat ada cerita Wiro Sableng di televisi. Tapi saya lebih suka sama buku nya dari pada film nya. Menurut saya ada beberapa hal yang ada di buku tapi tidak bisa diterjemahkan dengan baik ke dalam film, terutama yang menyangkut waktu dan jarak. Dalam buku ada istilah seperminuman teh untuk mengukur waktu dan tombak untuk mengukur jarak, jadi kalau diterjemahkan ke dalam film kayak ada yang kurang karena kita tidak tahu pasti seperminuman teh itu berapa menit dan satu tombak itu berapa meter.
***
Beberapa waktu belakangan ini, di sosial media dan portal berita saya sering menemukan angka 212. Sebagai penggemar Wiro Sableng, saya hanya tahu kalau 212 adalah angka pengenal untuk sang pendekar. Setelah saya cari tahu, rupa nya angka 212 yang sering berseliweran akhir-akhir ini merujuk pada demo lanjutan yang akan dilaksanakan besok, 2 Desember 2016. Bahkan, saya sering melihat status-status di Facebook yang menghubungkan angka 212 Wiro Sableng dengan angka 212 yang ada pada demo lanjutan tersebut. Kawan, saya sebagai penggemar pendekar 212 hanya ingin mengatakan kalau dua hal tersebut memiliki makna yang sangat berbeda. Bahkan, tidak memiliki kaitan sama sekali.
212
Dalam cerita Wiro Sableng, angka 212 itu memiliki makna yang sangat mendalam. Bisa dikatakan seperti sebuah filosofi. Bahkan di dalam soundtrack film nya sudah di jelaskan lewat lirik berikut “Angka 212 memiliki makna didalam kehidupan. Dalam diri manusia terdapat dua unsur ingat duniawi dan tuhan. Segala yang ada didalam dunia ini terdiri atas dua bagian. Yang berlainan tapi merupakan pasangan. Semuanya tak dapat di pisahkan”
Makna angka 212 ini juga sudah dijelaskan panjang lebar oleh Sinto Gendeng, guru Wiro Sableng sebelum Wiro turun gunung. Untuk lebih jelasnya bisa di baca dalam buku pertama Wiro Sableng yang berjudul Empat Berewok dari Goa Sangreng.
Sekarang coba bandingkan antara angka 212 milik Wiro Sableng yang memiliki makna mendalam dengan angka 212 yang menjadi simbol untuk demo lanjutan besok hari yang kebetulan diadakan pada tanggal 2 bulan 12. Ada hubungan nya atau tidak? Kalau saya akan menjawab TIDAK. Satu-satu yang membuat mereka kelihatan sama hanyalah susunan angkanya saja. Sedangkan maknanya sangat jauh berbeda
SABLENG
Wiro Sableng aslinya bernama Wiro Saksono. Terlahir dari ibu bernama Suci Bantari dan ayahnya bernama Raden Ranaweleng. Sewaktu turun gunung setelah menamatkan pelajaran silatnya, oleh sang guru Wiro di beri nama WIRO SABLENG. Dengan alasan nama tersebut lebih baik bagi Wiro. Gurunya GENDENG, muridnya SABLENG.
Tapi menurut saya pribadi, pemberian nama SABLENG itu bukan hanya sekedar nama kosong belaka tapi lebih dari itu merupakan sebuah “topeng” untuk tetap berlaku rendah hati dan tidak sombong.
Iya, karakter Wiro Sableng yang paling mudah kita ingat adalah kesukaan menggaruk-garuk rambutnya yang gondrong dan tertawa haha hihi seperti orang sinting. Padahal dia adalah pendekar muda yang sakti mandraguna. Dia sengaja menyembunyikan kehebatan nya tersebut disebalik tingkat lakunya yang konyol.
Berpura-pura “sableng” untuk menyembunyikan kewarasan dan kehebatannya lebih baik dari pura-pura “waras” untuk menyembunyikan kegilaan dan keserakahannya.
Masih ingat demo 411 kemaren?
Demo yang katanya memiliki tujuan meminta keadilan hukum atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok tapi dalam beberapa orasi pentolannya lebih mengarah kepada niat “melengserkan” Jokowi. Inikan sudah jauh melenceng dari tujuan awal. Memanfaatkan orang-orang yang “tulus” hanya untuk mencapai tujuan yang mereka sembunyikan dari awal adalah ciri-ciri orang “sableng”. Orang yang gila akan kepuasan pribadi masing-masing.
Sekarang Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka tapi masih saja kelihatan “ketidakpuasan” mereka. Karena pada dasarnya tujuan mereka bukan itu. Kalau orang-orang ini nanti hadir kembali di demo 212 berarti benar apa yang saya bilang di judul tulisan ini. 212 adalah demonya orang-orang “sableng”. Orang yang sebenarnya “sableng” tapi ikut bergabung bahkan menunggangi orang-orang orang waras agar dia juga bisa dianggap waras.
Bung, zaman memang edan tapi kita tidak perlu ikut-ikutan edan agar dianggap waras sama orang. Cukup minum secangkir kopi yang pas takaran manis dan pahitnya. Itu sudah cukup membuatmu tetap waras di zaman yang serba edan ini.
Terakhir, saya akan tegaskan kembali bahwa 212 nya Wiro Sableng tidak ada hubungannya sama sekali dengan demo 212 nya orang-orang “sableng”. Yang satu simbol dari pendekar sejati yang berkarakter “sableng” tapi berhati polos sedangkan yang satu nya lagi … (titik-titiknya isi sendiri ya)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Jangan Samakan Pendekar 212 Wiro Sableng dengan Demo 212"
Post a Comment