Download

BUYA HAMKA DAN FATWA POLIGAMI.



BUYA HAMKA DAN FATWA POLIGAMI.

Mungkin kita sudah biasa mendengar fatwa poligami dari para masyayikh dan asatidzah, yang intinya sama : boleh. Namun dari sekian fatwa tersebut, sampai detik ini mungkin fatwa dari Buya Hamka lah yang terunik yang pernah saya dengar. Bukan tentang kesimpulan/hasil akhir fatwa itu, tapi lebih ke bagaimana Buya Hamka dengan kata-katanya yang begitu tersusun rapih berhasil menggiring seseorang untuk mengerti hakikat poligami.

Ceritanya begini.
Ada seorang wanita datang kepada beliau, mengadu tentang suaminya yang punya ‘bakat alam’ luar biasa, hingga membuatnya kewalahan. Namun, karena wanita itu tak bisa mengimbangi bakat suaminya itu, sang suami minta izin menikah lagi. Bahkan ada gosip bahwa diam-diam suaminya itu sudah nikah lagi. Sebagai wanita yang awam akan hakikat poligami, tentu wanita ini tidak setuju akan hal ini. Bahkan klimaksnya, sang wanita minta nasehat kepada Buya untuk bercerai saja. Dan apa yang Buya katakan padanya?

“Ananda tahu, perceraian adalah suatu perbuatan yang tidak disukai Allah. Perceraian bukan saja perbuatan yang menyebabkan berpisahnya dua orang suami istri, tetapi juga merusak hubungan kedua keluarga. Membuat anak-anak kehilangan pegangan. Ada dua macam pribadi seorang laki-laki yang memiliki kelebihan ‘bakat alam’ seperti suami Ananda.
Pertama, laki-laki beriman. Laki-laki ini takut kepada Allah. Takut menjalani perbuatan yang sangat dimurkai Allah. Dia pun takut kehilangan istrinya, seperti Ananda ini. Dia sayang kepada keluarganya. Dia takut rusak rumah tangganya. Sementara, istrinya tidak mau dimadu. Jalan pintas yang dilakukan laki-laki ini untuk menyalurkan bakat biologis yang susah ditahannya adalah dengan cara menikahi perempuan lain secara diam-diam alias nikah di luar sepengetahuan istrinya; nikah siri atau di bawah tangan. Menikah dengan cara ini halal, tidak dimurkai oleh Allah.
Yang kedua, adalah laki-laki yang tidak takut kepada Allah, apalagi kepada istrinya. Dia akan berbuat semaunya, termasuk berzina. Malah bila tidak dapat menahan dan mengendalikan hasratnya, bisa melakukan perkosaan sebagai pelampiasannya.

Lalu bagaimana terhadap seorang istri? Sama. Ada istri yang tidak takut kepada Allah, juga kepada suaminya. Istri yang tidak takut kepada Allah ini melarang suaminya untuk menikah lagi. Dia memberi peluang kepada si suami untuk berbuat sekehendak hatinya di luar rumah. Malah bila ada kesempatan, dapat pula dia berbuat seperti yang dilakukan oleh si suami, berzina.

Singkatnya, istri yang memberi peluang kepada suaminya untuk berzina, dosanya sama dengan perbuatan suaminya. Seorang istri yang memunggungi si suami ketika tidur, dapat laknat dari Allah. Begitu pula bila suami tidak mengizinkan si istri keluar rumah dan istri dilarang suaminya menjalankan puasa sunnah, dia harus patuh kepada larangan si suaminya tersebut. Kepada laki-laki diperintahkan Allah untuk menikah satu, dua, tiga, dan empat dengan syarat berlaku adil. Namun bila tidak sanggup berlaku adil, sebaiknya satu saja. Al-Quran surah An-Nisa ayat 3.

Hanya ini yang bisa Buya sampaikan kepada Ananda. Buya dilarang oleh agama untuk menganjurkan Ananda minta cerai kepada suami. Dan Buya pun tidak berhak menganjurkan Ananda untuk bersabar saja. Keputusan ada di tangan Ananda sendiri. Semua tergantung akan tinggi rendahnya iman seseorang kepada Allah. Sekian ya?!”. Demikian Buya Hamka berfatwa.

Hasilnya?

Empat bulan kemudian, wanita itu datang lagi menemui Buya, bersama seorang lelaki yang sebaya dengannya, diiringi oleh lima orang anak-anak yang hampir sebaya semuanya. Si wanita memperkenalkan laki-laki yang bersamanya itu sebagai suaminya. Di akhir silaturahminya, si wanita berkata kepada Buya,

“Buya, saya lebih takut kepada Allah daripada takut dimadu”

[selengkapnya, baca di ‘Ayah … ‘ karya Irfan Hamka, halaman 2-6] —

Copas dari : FB . Erik Ben Shareef

0 Response to "BUYA HAMKA DAN FATWA POLIGAMI."

Post a Comment

Artikel Terbaru